Minggu, 04 Januari 2015

FORMULASI MASHLAHAH BAGI PRODUSEN



FORMULASI MASHLAHAH BAGI PRODUSEN
M. Ikhwan Zakaria Al Faris
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syari’ah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga
Email :

Abstrak
            Paper ini bertujuan untuk menambah wawasan pembaca dalam mempelajari mata kuliah ekonomi mikro islam tentang faktor produksi. Paper ini membahas tentang pengertian dan ruang lingkup produksi menurut islam, dan juga bagaimana formulasi mashlahah bagi produsen. Dalam penulisan paper ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yang mengacu pada referensi yang relevan. Artinya data yang diperoleh berupa data kualitatif. Hasil pembahasan menerangkan bahwa produsen dalam perspektif ekonomi islam bukanlah mencari laba maksimal melainkan mencari mashlahah. Mashlahah dalam kegiatan produksi adalah keuntungan dan berkah sehingga produsen akan menentukan kombinasi antara berkah dan keuntungan yang memberikan mashlahah maksimal.
Kata kunci : Produksi, produsen, mashlahah
1.      Pendahuluan
Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi sering kali dilakukan oleh seseorang sendiri. Seseorang memproduksi sendiri barang dan jasa yang dikonsumsinya. Seiring dengan semakin beragamnya kebutuhan konsumsi dan keterbatasan sumber daya yang ada (termasuk kemampuannya), maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, tetapi memperoleh dari pihak lain yang mampu menghasilkannya. Karenanya, kegiatan produksi dan konsumsi kemudian dilakukan oleh pihak-pihakyang berbeda. Untuk memperoleh efisiensi dan meningkatkan produktivitas, muncullah spesifikasi dalam produksi. Saat ini hampir sudah tidak ada lagi orang yang mampu mencukupi sendiri kebutuhan konsumsinya. Secara teknis produksi adalah proses mentransformasi input menjadi output. Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya. Kepentingan manusia yang sejalan dengan moral islam, harus menjadi fokus atau target dari kegiatan produksi. Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan mashlahah bagi manusia. Oleh karena itu, produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.
Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Kegiatan produksi harus sejalan dengan kegiatan konsumsi. Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum bagi konsumen yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat, menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya, menyiapkan persediaan barang atau jasa di masa depan, serta memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah. Apabila keduanya tidak sejalan, maka tentu saja kegiatan ekonomi tdak akan berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya dalam mengkosumsi kita dilarang untuk memakan atau meminum barang-barang yang haram, seperti alkohol, babi, bangkai, binatang yang tidah disembelih atas nama Allah, dan binatang buas. Seorang konsumen yang berperilaku islami juga tidak boleh melakukan israf atau berlebih-lebihan, tetapi hedaknya konsumsi dilakukan dalam takaran moderat. Perilaku konsumen yang seperti ini tentu akan sulit terwujud apabila kegiatan produksinya tidak sejalan. Misalnya produksi (dan mata rantainya, seperti pemasaran) alkohol yang marak, kemudian produsen memasarkan alkohol tersebut sedemikian rupa (dengan cara menarik) sehingga kemungkinan perilaku konsumen akan terpengaruh. Dalam situasi seperi ini implementasi perilaku konsumen yang islami sulit direalisasikan, jadi perilaku produsen  harus sepenuhnya sejalan dengan perilaku konsumen.
2.      Pembahasan
Kegiatan produktif adalah ekspresi ketaatan pada perintah Allah. Tujuan dari syariat islam (maqashid al-syariah) adalah mashlahah al ibad, sedangkan produksi adalah kegiatan menciptakan barang dan jasa bagi kemaslahatan umat. Oleh karena itu, para nabi Allah, sebelum Muhammad SAW. Juga pada dasarnya adalah pribadi-pribadi yang produktif dalam bidang ekonomi (di samping berdakwah). Kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat, dapt terwujud apabila terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan mashlahah. Mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun non material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Menurut as-Shatibi, mashlahah dasar bagi kehidupan manusia terdiri dari lima hal, yaitu agama (dien), jiwa (nafs), intelektual (‘aql), keluarga dan keturunan (nasl), dan material (wealth). Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Jika salah satu tidak seimbang niscaya kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna. Mashlahah juga terdiri dari dua kandungan  yaitu, manfaat ( fisik dan non fisik) dan berkah. Dalam konteks produsen atau perusahaan yang menaruh perhatian pada keuntungan/profit, maka manfaat ini dapat berupa keuntungan material (maal). Keuntungan ini bisa dipergunakan untuk mashlahah lainnya seperti mashlahah fisik, intelektual, maupun sosial. Rumusan mashlahah yang menjadi perhatian produsen adalah :
Mashlahah = keuntungan + berkah
M = 𝞹 + B
Dimana M menunjukan mashlahah, 𝞹 adalah keuntungan, dan B adalah berkah. Dalam hal ini berkah didefinisikan bahwa produsen akan menggunakan proksi yang sama dengan yang dipakai oleh konsumen dalam mengidentifikasinya, yaitu adanya pahala pada produk atau kegiatan yang bersangkutan. Adapun keuntungan merupakan selisih antara pendapatan total/total revenue (TR) dengan biaya totalnya/total cost (TC), yaitu :
𝞹 = TR – TC
Pada dasarnya berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan nilai dan prinsip islam ini seringkali menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika mengabaikannya. Di sisi lain, berkah yang diterima merupakan kompensasi yang tidak secara langsung diterima produsen atau berkah revenue (BR) dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan berkah tersebut atau berkah cost (BC), yaitu:
B = BR – BC = - BC
Dalam persamaan di atas penerimaan berkah dapat diasumsikan nilainya nol atau secara indrawi tidak dapat diobservasi karena berkah memang tidak secara langsung selalu berwujud material. Dengan demikian mashlahah bisa ditulis kembali menjadi :
M = TR – TC – BC
Dalam persamaan di atas ekspresi berkah, BC, menjadi faktor pengurang. Hal ini masuk akal karena berkah tidak bisa datang dengan sendirinya melainkan harus dicari dan diupayakan kehadirannya sehingga kemungkinan akan timbul beban ekonomi atau bahkan finansial dalam rangka itu. Sebagai contoh, produsen dilarang untuk melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerja dan harus menunaikan hak-hak tenaga kerja dengan baik, meskipun kesempatan mengeksploitasi itu terbuka dan tenaga kerja pun sering kali tidak akan menyadarinya. Dengan mengeksploitasi tenaga kerja (misalnya dengan menekan tingkat upahnya) sebenarnya produsen dapat meningkatkan efisiensi biaya tenaga kerja yang kemudian akan berdampak pada meningkatnya keuntungan. Namun, karena pengusah muslim berorientasi pada berkah maka hal tersebut tidak akan dilakukan, meskipun konsekuensinya harus mengeluarkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Produsen seperti ini rela mengeluarkan biaya tinggi dikarenakan yakin bahwa hanya dengan cara tersebut berkah dari langit maupun di muka bumi akan diberikan oleh Allah. Berkah dari langit akan berupa pahala yang kelak diterimanya di akhirat, sementara berkah di bumi dapat berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri atau juga manusia secara keseluruhan. Komitmen produsen terhadap hak-hak tenaga kerja, akan meningkatkan etos, loyalitas, dan produktivitas tenaga kerja terhadap produsen. Akibatnya para tenaga kerja akan bekerja dengan lebih baik sehingga pada akhirnya juga akan menguntungkan produsen itu sendiri. Komitmen seperti ini dipastikan juga akan meningkatkan citra positif produsen di mata masyarakat sehingga kemungkinan juga akan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produsen. Sehingga masyarakat akan mengkonsumsi barang atau jasa lebih banyak lagi, dalam artian permintaan terhadap barang dan jasa akan meningkat dari yang dihasilkan produsen. Jadi, upaya mencari berkah dalam waktu jangka pendek akan menurunkan keuntungan (karena adanya biaya berkah), tetapi untuk jangka panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan (karena meningkatnya permintaan).
            Adanya biaya untuk mencari berkah (BC) tentu saja akan membawa implikasi terhadap harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen. Harga jual produk adalah harga yang telah mengakomodasi pengeluaran berkah tersebut, yaitu:
BP = P + BC
Maka, rumusan mahlahah akan berubah menjadi, M = BTR – TC – BC
Selanjutnya dengan pendekatan kalkulus terhadap persamaan di atas, maka bisa ditemukan pedoman yang bisa digunakan oleh produsen dalam memaksimalkan mashlahah atau optimum mashlahah condition (OMC) yaitu:
BP dQ = d.TC + d.BC
            Jadi optimum mashlahah condition dari persamaan di atas menyatakan bahwasannya mashlahah akan maksimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi (BPdQ) sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total (dTR) dan pengeluaran berkah total (dBC) pada unit terakhir yang diproduksi. Jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi (BPdQ) masih lebih besar dari pengeluarannya, d.TC+d.BC, maka produsen akan mempunyai dorongan (incentive) untuk menambah jumlah produksi lagi. Hanya jika nilai unit terakhir hanya pas untuk membayar kompensasi yang dikeluarkan dalam rangka memproduksi unit tersebut, d.TC+d.BC, maka tidak akan ada lagi dorongan bagi produsen untuk menambah produksi lagi. Dalam kondisi demikian produsen dikatakan berada pada posisi keseimbangan (equilibrium) dan optimum.

3.      Kesimpulan
            Produsen dalam pandangan ekonomi islam adalah mashlahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada pada tujuan dan hukum islam. Mashlahah bagi produsen terdiri dari dua komponen yaitu keuntungan dan berkah. Dalam mencari keuntungan ditentukan oleh pendapatan total ditambah dengan biaya total. Sedangkan dalam mencari berkah produsen akan memperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan nilai dan prinsip islam ini seringkali menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika mengabaikannya. Produsen dalam melakukan kegiatan produksi selalu mencari mashlahah yang maksimum. Optimum mashlahah condition menyatakan bahwasannya untuk memperoleh mashlahah optimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total dan pengeluaran berkah total pada unit terakhir yang di produksi

Daftar Pustaka
P3EI, UII, Ekonomi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Sumar’in, Ekonomi Islam. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013.